“Kalau bukan karena keinginanmu yang aneh
itu,kita tak akan berada disini!”,teriak lelaki itu dengan gusar dan tepat di
telingaku.
“Aku kira ini hanya lelucon
konyol,dan aku ingin membuktikan ini salah,dan kau setuju untuk ikut. Jadi,ini
semua salahku? Begitu?”,kilahku.
“Ya! Kalau bukan karena
sifatmu yang keras kepala dan karena aku terpaksa, kita tidak akan berada
disini! Selama 3 hari!”
Baiklah,aku tak bisa
berkilah lagi. Ini memang salahku. Kata-katanya tadi seperti menamparku. Itu
berhasil membuatku terdiam beberapa saat.
Kami sudah tersesat selama
3 hari. Dan ini karena keinginanku membuktikan bahwa kutukan hutan ini salah.
Kami terus berjalan seharian penuh karena ingin segera pulang.
Dan karena kami ketakutan.
“Kemana kita harus pergi?
Tempat ini selalu gelap.”, tanyaku pada lelaki tadi. Dia adalah kakakku. Aku
tak bisa menahan diri untuk bicara dengannya. Bagaimanapun juga,aku adalah
adiknya. Dan aku sangat menyayangi serta mengagumi Kak Arif.
“Entahlah. Kita harus
segera keluar dari sini. Kita mulai kehabisan persediaan makanan.”,sahutnya
sambil terus berjalan,tanpa menoleh sedikitpun.
Hening. Untuk beberapa saat
yang terasa lama.
Keheningan terasa
menyesakkan. Ditambah keadaan hutan yang suram,gelap,dan mencekam.
Hutan ini seolah tidak
dihuni makhluk hidup selain pepohonan yang tinggi. Pohon-pohon tinggi ini
terlihat begitu meremehkan keberadaan kami. Mungkin inilah yang membuat hutan
ini terlihat suram.
Dan mengerikan. Tentu saja.
Kulihat ponselku.
Baterainya hampir habis. Dan masih tidak ada sinyal disini. Itu terjadi sejak
pertama kali kami menginjakkan kaki di hutan ini.
Tiba-tiba,
“Hei,lihat!”, seru Kak Arif
yang tiba-tiba berhenti sehingga aku menabraknya karena terus berjalan sambil
melamun.
“Kau lihat cahaya itu?
Disana!” , tunjuk Kak Arif.
“Ya. Aku melihatnya.
Tapi,..” , entahlah. Ada keraguan yang mengganjal di hatiku.
“Kenapa? Itu harapan
terakhir kita. Ayo kita kesana!” , sahutnya tak sabar.
“Baiklah. Tapi, aku punya
firasat buruk. Sebaiknya kita berhati-hati.” , jawabku. Jujur,aku agak
ketakutan. Aku merasa curiga. Entah kenapa.
Kami berjalan ke arah
cahaya itu. Semakin dekat dengan sumber cahaya itu,kami sadar kalau itu adalah
cahaya yang berasal dari api unggun. Aku semakin merinding. Siapa yang berani
datang ke hutan yang menurut cerita penuh kutukan ini selain anak iseng seperti
kami? Bahkan sempat-sempatnya menyalakan api unggun? Apa penebang kayu?
Tapi,sejak kejadian itu tidak ada penebang kayu yang berani datang kesini
bukan?
Kami berjaga-jaga dengan
mengintip dari balik pepohonan di dekat sumber cahaya tersebut. Kulihat
seseorang berdiri di dekat api unggun itu. Dia berdiri menyamping,sehingga kami
tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Sepertinya orang itu masih muda. Dia berbadan
tegap namun terlihat agak loyo.
“Kita minta bantuan
padanya?” , tanyaku pada Kak Arif.
“Sebentar dulu. Kita lihat
dulu apa yang hendak dilakukannya.” , sahut Kak Arif
Lama kami menunggu.
Ternyata orang itu hanya berdiri terus di tempatnya bagaikan batu.
“Baiklah. Dia terlihat
tidak berbahaya. Ayo kita minta bantuan padanya.” , bisik Kak Arif.
Aku menurutinya dan mendekati
orang tersebut.
Tiba-tiba orang tersebut
menoleh. Dan barulah kami sadar, dia memakai topeng yang sangat aneh. Topeng
bergambar sebuah mulut yang lebar. Dengan warna dasar merah menyala.
Dan kejadian selanjutnya,
membuatku kaget dan berharap segera lenyap ditelan bumi.
Dia menerkam Kak Arif,dan
membekap mulutnya dengan satu tangan. Aku berusaha menyelamatkan Kak Arif.
Namun,aku melihat benda berkilat yang dia pegang di tangannya yang tidak
membekap mulut Kak Arif.
Itu adalah serpihan cermin
yang pinggirnya terlihat tajam sekali.
Dia menodongkan benda itu
ke arahku.
“Siapa kau?!” , jeritku
histeris.
Jawabannya bukan kata-kata,
bukan juga kalimat. Namun,sebuah tawa mengerikan yang terdengar asing.
Dan aneh. Seperti suara
perempuan,namun berat sekali dan agak tedengar seperti menangis.
Kini,sekali lagi. Aku
melakukan kesalahan. Dan aku tidak akan pernah bisa meminta maaf pada kakakku.
Orang itu mengukir wajah
kakakku hingga dia menjerit dalam bekapan tangannya. Dan dia menghunjamkan
serpihan cermin tadi berkali-kali ke badan kakakku. Sampai kurasakan cairan
merah yang muncrat dan mengenai wajahku.
Aku merasakan seluruh dunia
menjerit. Walau kutahu,itu adalah jeritanku sendiri.
Orang itu melepaskan
bekapannya dan membiarkan kakakku tersungkur. Aku tak tahu apakah kakakku masih
hidup atau tidak.
Kulihat cairan merah yang
menggenang dekat kaki orang itu. Kemudian,orang itu menendang kakakku. Tentu
saja aku keberatan melihat kakakku diperlakukan seperti itu.
Aku berusaha memukulnya,
tapi itu ternyata kesalahan yang fatal. Dia menangkap tanganku dan mencengkeram
tanganku. Tanganku rasanya akan segera remuk.
“Kau lucu. Bagaimana kalau kita
bermain dahulu?”, orang itu bersuara.
“Siapa kau? Mengapa kau
melakukan itu pada kakakku?”, sahutku dengan berlinang air mata. Aku ketakutan
dan kesakitan. Karena tanganku masih dicengkeram olehnya.
“Aku? Aku bukanlah
siapa-siapa.”,sahutnya dengan suaranya yang aneh,namun kini terdengar sangat
santai. Aku sedang dipermainkan!
“Lepaskan aku. Kumohon...
Kakakku... Aku tak bisa membiarkannya seperti itu. Aku tidak mau kehilangan
kakakku!”
“Kau tidak mau kehilangan
kakakmu? Bagaimana kalau kau menyusulnya?!”, jawabnya dengan suara menggeram.
Dan dia memukul kepalaku
dengan keras sekali. Itu adalah hal terakhir yang kuingat sebelum semuanya
menjadi gelap.
***
“Tidak. Kau tidak boleh
kesana. Disana berbahaya” , suara Ayah yang tegas di teras rumah itu membuatku hampir
melayangkan protes. Namun,sebuah ide licik tiba-tiba terbersit di benakku.
“Baiklah. Bagaimana kalau
aku pergi ke bukit saja? Ayolah,hanya untuk merayakan. Sehari saja. Toh,tanggal
9 Januari hanya ada satu dalam setahun. Aku akan mengajak Kak Arif. Boleh kan?”
“Kak Arif bisa ikut denganmu?” , tanya Ibuku
dengan suara yang lembut.
“Tempo hari dia bilang dia
bisa melakukannya.”
“Kenapa kau harus pergi
sejauh itu? Rayakan saja di rumah,nak” , kata Ibuku.
“Bosan di rumah ,bu. Ibu
akan pergi ke NTT bersama Ayah. Sedangkan, aku dan Kak Arif tentu tidak bisa
ikut karena itu pekerjaan kalian. Sepi,bu.” , kilahku.
“Kalau begitu pergi saja ke
pusat perbelanjaan bersama teman-temanmu.” ,sahut Ayahku.
“Ayah tahu sendiri bukan
teman-temanku seperti apa. Aku tidak mau bersama mereka”
“Hhhhh! Baiklah! Tapi kau
harus berhati-hati. Tetaplah berdua dengan kakakmu. Jangan berpisah dan cepat
pulang! “ , tegas Ayahku menyetujui rencana tersebut.
Sebelum sempat
berjingkrak-jingkrak, tiba-tiba beliau bersuara lagi.
“Tapi ingat!”
“Jangan coba-coba memutar
haluanmu ke hutan terlarang itu! Kau tahu disana banyak orang yang hilang!
Mulai dari penebang kayu yang hilang dan ditemukan 3 hari kemudian. Tinggal
mayat,dan tersangkut di dahan pohon. Hindarilah resiko itu. Kau tahu juga bukan
kalau banyak anak iseng hilang disana dan ditemukan senasib dengan penebang
kayu. Bahkan,hingga kini pelaku hal tersebut belum diketahui. Masih dalam
penyelidikan yang tak kunjung menemui titik terang. Hingga orang-orang
menyebutnya kutukan karena ini sudah berlangsung sejak lama. Ditambah lagi–“
“Iya,yah. Aku tahu hal
tersebut.” , potongku dengan sok tahu dan langsung melenggang masuk ke rumah.
***
“Hei! Kau tahu?” , tanyaku
pada Kak Arif yang sedang membaca.
“Apa?” ,sahutnya sedikit
tidak peduli.
“Kita diberi izin.” ,
kujawab pertanyaannya dengan bangga.
“Bohong”, dia mengatakan
itu tanpa menoleh.
“Silakan tanya pada Ayah.”
,tantangku.
Dia melirikku dengan tajam.
Baiklah,aku berhasil!
“Oke” , sahutnya segera melepas bacaannya dan bangkit dari tempat duduk.
“Oke” , sahutnya segera melepas bacaannya dan bangkit dari tempat duduk.
***
“Jadi kita akan pergi ke
bukit?”, tanya Kak Arif.
“Ya. Tapi, kita akan tetap
pergi ke hutan terlarang itu. Setelah dari bukit.” ,sahutku dengan senyum nakal
dan suara berbisik karena takut ketahuan.
“Aku tidak mau ikut ke
hutan itu.” , sahutnya ketus.
“Kalau begitu aku akan
pergi sendiri.”
“Jangan!” , bentaknya.
“Bukannya kau tidak mau
ikut?” ,aku balik bertanya.
“Kau tidak boleh pergi ke
hutan itu. Pokoknya tidak boleh. Kau mau rencanamu ini kulaporkan pada Ayah?
Aku tidak setuju!”
“Oke,oke. Jangan lakukan
itu. Kalau begitu,kita tidak jadi pergi ke hutan itu.”
“Awas saja kau.”
***
“Kak, boleh aku
melihat-lihat kesana?” , tanyaku pada Kak Arif yang sedang melamun.
“Hah? Oh. Silakan.”
Dengan langkah yang ringan
aku menuju kesana. Kakak memang payah ketika melamun. Aku sudah semakin dekat
dengan hutan itu. Namun tiba-tiba,
“Hei! Berhenti! Danu!
Berhenti disitu!”
Kulihat kakakku berlari
dengan kecepatan tinggi ke arahku. Padahal dia membawa ransel yang besar.
“Apa?” ,sahutku sok santai.
“Mau kemana kau?! Kau sudah
berjanji tidak akan kesana, ’kan?!” ,bentaknya.
“Aku tidak berjanji. Aku
tidak pernah berjanji. Aku tidak ingin pergi kesana. Aku hanya ingin
melihat-lihat disana.” , kubalas dia dengan cengir licik dan nakal.
“Tidak boleh! Aku tidak
akan ikut kalau kau masuk kesana!”
“Baiklah,aku pergi
sendiri.”, sahutku dengan ringan.
“Tidak boleh!” ,bentaknya
sambil menahanku dengan meremas kerah bajuku.
“Astaga! Ayolah! 2 Menit
saja disana tidak akan membunuh kita! Kau ikut atau tidak? Aku tetap akan pergi
kesana. Biarpun kau menggebuki mukaku hingga bonyok. Aku tetap akan pergi
kesana.” , sahutku melawannya.
“Itu hanya rumor. Ayo kita
buktikan kalau itu salah!” ,sahutku sekali lagi.
“Dasar keras kepala!”
,teriaknya sambil mendorongku.
Dia mengerling tajam
kepadaku. Dan aku membalasnya.
“ Ck! Baiklah! Daripada kau nekat pergi kesana sendirian dan celaka. Tapi,hanya 2 menit!”
“ Ck! Baiklah! Daripada kau nekat pergi kesana sendirian dan celaka. Tapi,hanya 2 menit!”
***
“Ukh. Dingin sekali! Kenapa
kita tak kunjung menemukan tempat kita masuk tadi?! Ada apa ini?! Apa kita
sudah tersesat karena masuk terlalu jauh?”
“Ini karena kau! Kita
tersesat! Kita tersesat! Periksa ponselmu! Cepat minta bantuan!”
“Tidak ada sinyal!”,
balasku dengan berteriak ditengah deru hujan.
“Ponselku juga!”
Kami terdiam sesaat.
“Kita tersesat. Kita terlalu jauh.” , ujar Kak Arif
“Ponselku juga!”
Kami terdiam sesaat.
“Kita tersesat. Kita terlalu jauh.” , ujar Kak Arif
***
“Ukh..”
Mataku terasa berat dan
pandanganku berkunang-kunang.
Kulihat orang itu masih
dengan topengnya.
Dan kulihat bagaimana dia
menguliti kakakku.
Aku menjerit. Namun,suaraku
tertahan. Aku juga tidak bisa bergerak.
Mulutku disumpal dengan
sesuatu yang keras dan diikat dengan kain.
Tangan dan kakiku rasanya
sangat berat dan tidak bisa digerakkan.
Kulihat matanya yang
berkilat ditimpa cahaya api unggun sedang menatapku.
Tiba-tiba,dia tertawa
terkekeh-kekeh.
“Lihat! Kakakmu!” ,
teriaknya sambil mengangkat kepala kakakku yang sudah tak berkulit.
“Sebentar lagi hal ini akan
makin menyenangkan!”,sambungnya.
Aku berusaha sekuat tenaga
untuk menggerakkan tubuhku. Rasanya kesemutan. Tapi,aku berhasil!
Aku masih bisa mendengar
orang itu terkekeh-kekeh. Dan mulai berjalan ke arahku.
Aku segera bangkit dan
berlari sambil menangis. Aku tidak akan bisa minta maaf pada Kak Arif. Dan aku
masih ingat bagaimana orang itu tadi menguliti dan mengangkat kepalanya.
Aku terus berlari sambil
membuka ikatan di mulutku. Kurasakan dinginnya tanah dan perihnya ranting
ketika kuinjak. Saat itu,barulah aku sadar sepatuku sudah tidak di kakiku. Dan
ranselku entah kemana. Namun,aku tetap berlari karena ketakutan luarbiasa.
Aku sudah berlari sangat
lama. Kakiku terasa pegal. Namun tiba-tiba,aku merasa aku menapaki sesuatu yang
keras dan berbeda dengan tanah.
Aspal!
Aku menoleh ke kiri dan ke
kanan. Kulihat jalan raya yang panjang namun sepi. Tak ada satupun kendaraan
yang lewat. Aku segera berlari mengikuti jalan raya. Dan kulihat sepasang
cahaya terang yang melintas dengan cepat.
Mobil!
Aku mencegat mobil itu.
Kusadari mobil itu terlihat familier.
Mobil keluargaku!
Kulihat 2 pasang mata yang
menatapku dari dalam mobil. Dan orang yang keluar dari mobil.
Ayah!
“Ayah!”,seruku.
“Siapa kau?!” , bentak
Ayahku sambil menodongkan sebuah pistol.
“Ini aku! Danu!” , jawabku
tak kalah keras.
“Aku tidak pernah mengenal
orang dengan nama seperti itu! Dan apa-apaan kau memanggilku Ayah?! Siapa
kau?!” , bentaknya.
“Ini aku,Yah! Danu!
Anakmu!” ,sambil mengangkat tangan karena aku ketakutan ditodong dengan pistol.
“Berhenti memanggilku
seperti itu! Kau sedang menghinaku bukan?! Kau menghinaku karena aku tidak
pernah punya anak!”
“Apa?! Tidak! Ini aku! Aku
anakmu! Hentikan leluconmu,Ayah!” ,jeritku.
“Nak,pergilah. Suamiku
tidak pernah bermain-main dengan omongannya!” ,seru wanita yang keluar dari
dalam mobil.
Ibu!
“Ibu! Ini aku! Danu,bu!”
,sahutku histeris.
“Jangan kau panggil diriku
seperti itu. Aku minta kau pergi. Kau sudah kuperingatkan. Dan bukankah suamiku
sudah bilang kalau kami tidak pernah punya anak? Atau kau memang berusaha
menghina kami?”
“Ibu,Ayah! Kumohon! Ini
aku!”
Hening. Lantas kudengar
wanita tadi. Ibuku,bersuara
“Dia berusaha mempermainkan
kita. Bunuh saja dia,sayang. Dia menyebalkan. Dan dia sangat kurang ajar.”
,kulihat Ibuku menyeringai dengan aneh. Seringai yang tak pernah kulihat
darinya. Inikah Ibu jika marah?
Kulihat lagi Ayah. Kulihat
bagaimana pistolnya yang hitam mengkilat diterpa cahaya lampu mobil ditodongkan
ke arahku. Kulihat Ibu. Yang terlihat sangat marah sekaligus senang karena Ayah
yang hendak membunuhku.
Kuingat wajah Kak Arif.
Kuingat bagaimana kami berdebat ketika hendak masuk hutan.
Kuingat bagaimana hidup
kami di rumah biasanya. Betapa indah rasanya kehidupan garing di rumahku dalam
keadaan seperti ini. Ayah yang tegas ,namun sangat menyayangi keluarganya. Ibu
yang lembut dan selalu pengertian. Kakak yang berani,bijaksana, dan pintar
walaupun pendiam. Kakak yang sangat menyayangi dan sangat kusayangi. Kulihat
bagaimana itu semua hilang.
Dan tiba-tiba aku teringat
ada rumor bahwa hutan itu bisa membuat seseorang akan dilupakan oleh semua
orang yang dikenalnya. Siapapun dia. Benarkah rumor itu? Benarkah pemandangan
dihadapanku saat ini? Rasanya sakit sekali.
Kulihat lagi seseorang dari
kejauhan. Si manusia bertopeng.
Kukatupkan mulutku yang
membawa bencana dan penuh kebohongan.
Kubiarkan air mataku
mengalir.
Kutengadahkan kepalaku. Kulihat
langit yang sudah dipenuhi bintang tanpa awan yang menutupi.
Kulihat lagi pistol yang
ditodongkan oleh Ayah.
Kulihat pula bagaimana
kilat yang keluar dari situ ketika Ayah menarik pelatuknya.
Kudengar dentuman yang
mengakhiri hidupku.
|
|
Coin Casino Review & Bonus Codes | Get $20 FREE NO DEPOSIT
ReplyDeleteCoin Casino is one of the top online casinos in 카지노사이트 the United States where you can play for real money with no deposit 1xbet required 인카지노 and without deposits required.